Bekerjasama dengan penerbit Mizan dan Noura Books, Gerakan Islam Cinta menerbitkan buku Islam Cinta, buku-buku ini menjadi referensi bagi para akademisi, mahasiswa, aktivitis, pelajar dan masyarakat umum untuk mewujudkan cinta kasih, damai, dan welas asih dalam kehidupan masyarakat.
Buku Serial Islam Cinta
Jalaluddin Rumi (1207-1273) adalah penyair sufi Persia, salah satu orang yang mewakili puncak tertinggi khazanah sastra Islam. "Orang suci" dari Timur ini --yang sejak bocah diramalkan Fariduddin Attar akan menjadi orang masyhur yang menyalakan api gairah ketuhanan ke seluruh dunia-- oleh UNESCO digambarkan sebagai "seorang humanis, filosof, dan penyair besar milik semua umat manusia". Namanya memang melekat abadi di hati banyak warga dunia, tak peduli apa pun agamanya, karena kemilau syair dan kandungannya yang menghujam relung kesadaran.
Tak ada kebaikan terwujud tanpa cinta, dan muara dari segala cinta adalah Allah Swt. Nabi Saw. pun diutus Allah untuk menebarkan cinta ke seluruh alam, Tidak Aku utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS Al-Anbiy [21]: 107).
Tanpa cintayang menghasilkan tutur kata lemah lembut dan akhlak muliabisa dipastikan dakwah Nabi Saw. akan gagal: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras lagi bersikap kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS li Imrn [3]: 159).
Melalui quote, nasihat pendek, dan kisah-kisah inspiratif, buku ini mengajak kita membersihkan hati agar dapat menerima pancaran cinta-Nya. Hanya dengan pancaran cinta-Nya pula, kita dapat menjalankan peran yang diamanahkan-Nya, menjadi rahmat bagi alam semesta.
Selama ini belum ada satu pun buku yang mengulas pemikiran Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi secara relatif sistematis dan lengkap, dalam bahasa Indonesia. Buku ini adalah pengantar kepada pemikiran-pemikiran yang mendalam dan luas bak samudra dari ’Ârif yang satu ini.
Selain mendapatkan gambaran umum dan relatif lebih mudah dipahami, lengkap, mendalam, dan akurat, pembaca tetap dapat menikmati menu “Ibn ‘Arabi sehari-hari” yang dihidangkan di dalamnya. Di sana-sini bertebaran ceceran hikmah yang mencerahkan jiwa dan pemikiran, serta menuntun kepada pemahaman tentang berbagai misteri kehidupan kita.
Judul Semesta Cinta merujuk pada titik pusat pemikiran Ibn ‘Arabi mengenai cinta sebagai sumber pemahaman tentang Islam, dalam segenap aspeknya, sekaligus menjadi konteks seluruh pembahasan dalam buku ini.
Memang hampir-hampir tak ada yang lain, selain cinta, yang bisa kita sampaikan saat kita bicara tentang Rumi. Kisah hidupnya, semuanya, adalah tentang Cinta. Cinta kepada Tuhan, dan cinta kepada manusia-manusia sahabat Tuhan.
Karena itu, bagi Rumi, hidup sesungguhnya tak lain adalah meraih cinta-cinta sejati itu. Cinta pada puncak kesempurnaannya itu. Tanpa itu, bukan hanya hidup, kematian pun hanya akan menandai kehancuran, padahal seharusnya ia menandai kembalinya kita kepada Samudera Tanpa Batas Sumber kita sendiri – Kerinduan primordial kita. Karena bagi pencinta, kematian jasad sesungguhnya hanya menandai awal kehidupan. Memang Rumi sering menyebut cinta “(Mata) Air hidup kita”.
Melanjutkan Belajar Hidup dari Rumi, dan masih lewat serpihan puisinya yang mencerahkan dan melembutkan jiwa, buku Mereguk Cinta Rumi ini secara khusus memberikan perhatian pada perenungan Rumi tentang cinta, di samping tetap berbagi nasihat-nasihat sang penyair sufi untuk meraih kehidupan yang dapat menawarkan kebahagiaan sejati.
“Agama adalah Mengenal Allah (Ma’rifatullah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih saying (silaturahim). Dan Silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita.” (Rangkaian hadis yang dijalin oleh Syaikh Yusuf Makassari).
Buku ini merupakan hasil pengalaman dan renungan tentang Islam sebagai agama cinta dan kebahagiaan, yang dapat membantu pembaca utnuk merenung lebih jauh tentang makna hidupnya, dan juga menjadi penolong di sepanjang jalan kita—anak manusia—untuk meraih kebahagiaan sejati yang merupakan dambaan kita semua.
Kondisi umat Islam sekarang mengingatkan kita pada hadis Nabi Saw. Bahwa pada suatu masa nanti umat Islam akan banyak jumlahnya, tapi hanya bagaikan buih lautan yang hilang diterpa angin. Muslim tak lagi memiliki kewibawaan, kini tak lagi ditakuti musuh-musuhnya. Kita tak dapat menyangkal Islam diidentikkan dengan kebodohan, kekumuhan, dan kekerasan—bahkan dianggap sebagai penyebar terror.
Betapa semua itu jauh dari Islam Nabi Saw yang membawa kedamaian. Tak heran, di tangan Nabi Saw. Dan para sahabatnya, Islam berkembang di seantero dunia, hidup dan bertumbuh memengaruhi peradaban dunia sehingga bekasnya dapat dirasakan sampai sekarang. Di tangan Wali Songo dan para ulama penerus syiarnya, Islam pun tertancap kukuh di bumi Nusantara.
Mengapa citra Islam kini terpuruk? Bagaimana memperbaikinya? Buku ini menyodorkan tulisan-tulisan ringan yang mengusik hati dan pikiran kita sebagai bahan perenungan untuk memahami keadaan umat Islam. Juga memberikan alternative solusi untuk mengembalikan citra Islam sebagai pembawa cinta dan perdamaian.
Al-Qur'an dan Hadis mengajarkan karakter Islam yang mengasihi, bukan membenci. Naifnya, sekelompok kecil umat Islam justru gandrung menampilkan wajahnya yang penuh kebencian. Wajah Islam yang rahmat li al-’âlamîn pun tercoreng.
Buku Islam Mengasihi, Bukan Membenci mengingatkan pentingnya kebersamaan dalam keragaman. Perbedaan suku, agama, ras, maupun antargolongan (SARA), bukanlah alasan untuk saling membenci, mencaci, dan memusuhi.
Melalui telaah pada dua sumber primer Islam dan karya-karya klasik, buku ini penting diresapi oleh siapa pun yang menginginkan kedamaian.
“Di tengah kecenderungan sebagian pihak yang terlalu semangat hendak membela Islam tanpa bekal ilmu, membaca buku ini dapat mengisi kekosongan pengetahuan dan melembutkan hati.”
—Prof. Nadirsyah Hosen, Dosen Senior
Monash Law School, Australia
WHAT DOES ISLAM teach us about the pursuit of happiness? How can we gain true happiness in this life before the next? Find the answers in this eye-opening guide, that will show you how to create meaning in your daily life and become an intimate of God, by one of Indonesia’s most prominent living spiritual teachers.
Through touching stories, humorous anecdotes and profound insights into the spiritual realm that draw on sacred Islamic teachings, Dr Haidar Bagir shines a brilliant light into the darkness that all too often overwhelms us.
Consisting of twenty nine short and inspirational chapters, this work will take you on a spiritual quest to overcome the maladies of your soul and help you experience true happiness.
“This message is vitally important in our dangerously polarised world.”
—Karen Armstrong
Bukan saja puitis redaksinya, Surah Ar-Rahmân, yang merupakan surah ke-55, juga sangat indah kandungannya. Dalam surah yang terdiri atas 78 ayat ini, Allah menggelar berbagai gambaran imbalan kebaikan yang nyaris tak terbatas di surga bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dengan keikhlasan dan penuh kesungguhan yang disebut sebagai ihsan. Dalam berbagai ayat Al-Quran dan hadis, ihsan digambarkan sebagai puncak kebaikan, sekaligus puncak keberagamaan.
Allah, dalam surah ini, menunjukkan bahwa ganjaran yang diberikan dari khazanah ihsan-Nya berlipat kali lebih besar ketimbang ihsan yang diperbuat manusia—bahkan oleh manusia yang paling baik sekalipun. Sampai-sampai Allah menunjukkan bahwa siksa neraka pun sesungguhnya adalah wujud karunia (ala’)-Nya. Yakni, sebagai cara Allah menyucikan makhluk-Nya dari kotoran dosa agar, pada saatnya, sang makhluk tetap bisa menerima karunia kedekatan dengan-Nya. Bisa jadi karena taburan cinta dan belas kasih Allah di dalamnya, Surah Ar-Rahmân disebut juga sebagai “‘Arus (Pengantin) Al-Quran”.
Meski merujuk kepada kitab-kitab tafsir klasik dan modern, buku ini tidak dimaksudkan untuk menafsirkan Surah Ar-Rahmân sepanjang disiplin ilmu tafsir, melainkan menggali hikmah limpahan karunia Allah yang dikandungnya. Di dalamnya juga disinggung pemahaman alternatif atas beberapa konsep dasar ajaran Islam di samping beberapa masalah kontroversial, yang kebetulan disinggung di dalam surah ini.
Agama pernah diramalkan bakal lenyap, tergantikan sains dan etika sekular. Nyatanya, agama justru bangkit kembali di ruang publik—sayangnya, dengan kekuatan melawan yang lebih kuat. Sehingga, sebagai eksesnya, ia malah melahirkan formalisme-legalisme yang mencekik dan ideologi politik keagamaan yang keras dan bermusuhan. Tak terkecuali Islam. Apakah memang demikian sejatinya karakter agama Islam?
Buku ini secara ringkas-lugas menunjukkan bahwa prinsip utama Islam adalah cinta dan welas asih. Bahwa Tuhannya Islam memiliki sifat utama Mahawelas Asih (Rahman-Rahim). Bahwa misi-utama risalah Nabi adalah mengembangkan spiritualitas, menebarkan rahmat (welas-asih) bagi semesta, dan menyempurnakan perilaku mulia (akhlak karimah). Karenanya, hukum dan ideologi harus ditundukkan kepada spiritualitas, sifat welas asih, dan akhlak mulia ini. Inilah Paradigma Islam Cinta.
Maka, hanya apabila Islam dipandang dari sudut paradigma cinta inilah ia akan memiliki masa depan, dan memiliki peran positif bagi kemaslahatan orang banyak dan penciptaan kehidupan dunia yang lebih damai sejahtera.